glamping

Tren Glamping dan Staycation di Kalangan Generasi Muda Indonesia Pasca Pandemi

Read Time:6 Minute, 51 Second

Tren Glamping dan Staycation di Kalangan Generasi Muda Indonesia Pasca Pandemi

Liburan tidak selalu berarti perjalanan jauh dan mahal. Setelah pandemi COVID-19, banyak generasi muda Indonesia justru menemukan kenikmatan liburan sederhana: menginap di hotel atau vila dekat rumah, atau berkemah mewah di alam terbuka yang nyaman. Fenomena ini dikenal sebagai glamping (glamorous camping) dan staycation (liburan di sekitar tempat tinggal). Dalam tiga tahun terakhir, keduanya menjadi tren besar dalam industri pariwisata Indonesia dan mengubah cara anak muda berlibur.

Glamping adalah bentuk berkemah dengan fasilitas modern dan nyaman: tenda besar ber-AC, kasur empuk, kamar mandi pribadi, listrik, Wi-Fi, dan dekorasi estetik. Sementara staycation berarti menginap di hotel, resort, atau vila di dalam kota atau sekitar kota tempat tinggal tanpa agenda wisata jauh. Keduanya populer karena menawarkan kenyamanan, ketenangan, dan pengalaman berbeda tanpa perlu perjalanan panjang atau biaya besar.

Generasi muda memilih glamping dan staycation karena mereka lelah dengan hiruk-pikuk kota dan stres pekerjaan, tapi tidak punya waktu panjang untuk cuti. Mereka ingin istirahat singkat tapi berkualitas, menikmati alam atau fasilitas mewah tanpa repot. Media sosial juga berperan besar: foto glamping dan staycation yang estetik membuat banyak anak muda ingin mencoba. Fenomena ini membuat glamping dan staycation menjadi tulang punggung baru industri pariwisata domestik Indonesia.


Latar Belakang Munculnya Tren Glamping dan Staycation

Tren glamping dan staycation dipicu perubahan perilaku wisatawan pasca pandemi. Selama pandemi, perjalanan jauh dibatasi, transportasi umum berisiko, dan banyak orang takut bepergian jauh. Wisatawan kemudian mencari alternatif liburan dekat rumah yang aman dan privat. Glamping dan staycation menawarkan itu: lokasi bisa ditempuh mobil pribadi, tidak ramai, dan minim kontak orang luar.

Selain itu, pandemi membuat banyak orang sadar pentingnya istirahat mental. Generasi muda khususnya mengalami stres berat akibat WFH, isolasi sosial, dan ketidakpastian ekonomi. Setelah pandemi mereda, mereka tidak ingin langsung kembali ke liburan padat jadwal yang melelahkan, tapi ingin liburan santai untuk memulihkan energi. Glamping dan staycation menjadi jawaban karena bisa dilakukan akhir pekan tanpa cuti panjang.

Faktor ekonomi juga berperan. Banyak anak muda mengalami penurunan penghasilan atau tabungan terkuras saat pandemi. Mereka mencari liburan terjangkau tanpa biaya transportasi besar. Staycation di hotel lokal atau glamping di pinggiran kota jauh lebih murah dibanding liburan ke luar kota atau luar negeri. Ini membuat tren ini tumbuh pesat karena sesuai kondisi finansial generasi muda saat ini.


Daya Tarik Glamping bagi Generasi Muda

Glamping menjadi favorit karena memadukan keindahan alam dan kenyamanan modern. Anak muda bisa menikmati udara segar, pemandangan pegunungan, dan suara alam tanpa harus tidur di tanah, membawa tenda, atau repot logistik. Mereka bisa bangun di dalam tenda ber-AC, minum kopi di balkon kayu dengan view hutan, dan memotret interior estetik untuk media sosial.

Konsep glamping sangat cocok untuk generasi muda yang ingin “healing” dari stres kota tapi tetap butuh kenyamanan. Banyak glamping site menawarkan aktivitas alam ringan seperti api unggun, BBQ, hiking pendek, atau kayaking santai. Ini memberi sensasi petualangan tanpa kelelahan. Mereka bisa menikmati alam tanpa kehilangan fasilitas modern seperti kasur empuk, kamar mandi air panas, dan Wi-Fi untuk update Instagram.

Desain estetik juga menjadi daya tarik utama. Banyak glamping site didesain instagramable: interior bohemian, lampu gantung, hammock, dan spot foto unik. Ini menarik generasi Z yang suka membagikan pengalaman visual. Satu unggahan foto glamping yang indah bisa menarik banyak pengikut mencoba tempat sama, menciptakan efek viral. Inilah mengapa glamping menjadi model bisnis pariwisata baru yang sangat cepat berkembang.


Daya Tarik Staycation bagi Generasi Muda

Staycation menarik karena memberi liburan cepat tanpa repot perjalanan. Anak muda bisa check-in di hotel mewah di tengah kota, berenang, makan enak, spa, dan bersantai seharian tanpa keluar kota. Mereka bisa “melarikan diri” dari rutinitas tanpa perlu merencanakan itinerary panjang. Ini cocok untuk mereka yang sibuk bekerja tapi butuh jeda sejenak.

Banyak hotel kini menyesuaikan diri dengan tren ini. Mereka menawarkan paket staycation akhir pekan lengkap dengan breakfast in bed, spa, late check-out, dan diskon F&B. Beberapa bahkan menambahkan layanan dekorasi kamar romantis, movie night, atau mini picnic di rooftop untuk menarik pasangan muda. Semua dirancang agar tamu bisa menikmati fasilitas hotel sepenuhnya tanpa keluar area.

Staycation juga cocok untuk liburan keluarga muda. Orang tua bisa bersantai sementara anak-anak bermain di kids club, kolam renang, atau taman hotel. Tidak perlu stres macet, antre tiket, atau khawatir anak bosan di perjalanan. Semua ini membuat staycation menjadi pilihan liburan paling praktis di era pasca pandemi.


Dampak Ekonomi Tren Glamping dan Staycation

Lonjakan glamping dan staycation memberi dampak besar ke industri pariwisata domestik. Banyak pengusaha lokal membuka glamping site di lahan pribadi seperti kebun atau sawah, menciptakan sumber pendapatan baru. Desa wisata juga mengembangkan area camping eksklusif untuk menarik wisatawan muda. Ini menciptakan lapangan kerja baru: pemandu, petugas kebersihan, dekorator, fotografer, dan chef lokal.

Hotel juga mendapat napas baru. Saat pandemi, okupansi hotel anjlok karena wisatawan asing hilang. Staycation dari wisatawan lokal menyelamatkan banyak hotel dari kebangkrutan. Mereka tidak lagi tergantung turis luar negeri, tapi bisa hidup dari pasar lokal. Ini membuat industri perhotelan lebih tangguh menghadapi krisis di masa depan.

Tren ini juga mendorong pertumbuhan UMKM pendukung seperti penyedia dekorasi glamping, jasa sewa perlengkapan camping mewah, katering lokal, dan transportasi. Banyak anak muda memulai bisnis kecil dari tren ini: menjual paket piknik glamping, makanan siap saji estetik, atau perlengkapan camping instagramable. Ekosistem baru ini memperluas manfaat ekonomi pariwisata ke banyak lapisan masyarakat.


Tantangan dalam Tren Glamping dan Staycation

Meski tumbuh pesat, tren ini menghadapi tantangan. Tantangan utama adalah regulasi dan standar. Banyak glamping site muncul dadakan tanpa izin resmi, tanpa standar keamanan, atau tanpa pengelolaan limbah. Ini bisa membahayakan tamu dan merusak lingkungan. Banyak lokasi berada di kawasan hutan lindung atau sempadan sungai tanpa AMDAL. Pemerintah daerah perlu membuat regulasi jelas agar pertumbuhan glamping tidak merusak alam.

Tantangan kedua adalah kualitas layanan. Banyak glamping site dikelola pemula tanpa pengalaman hospitality. Interior estetik tapi pelayanan lambat, kebersihan kurang, dan fasilitas tidak sesuai promosi. Ini bisa merusak reputasi glamping Indonesia jika tidak segera ditingkatkan. Pelatihan SDM penting agar pengelola paham standar layanan pariwisata.

Tantangan ketiga adalah risiko overtourism. Lokasi glamping sering berada di desa kecil atau kawasan alam sensitif. Lonjakan wisatawan bisa mencemari lingkungan, mengganggu satwa, dan memicu konflik sosial. Staycation juga bisa memicu masalah jika hotel penuh terus-menerus sementara warga sekitar tidak mendapat manfaat ekonomi. Perlu manajemen pariwisata agar pertumbuhan tidak merusak keseimbangan lingkungan dan sosial.


Masa Depan Glamping dan Staycation di Indonesia

Melihat tren saat ini, masa depan glamping dan staycation di Indonesia sangat cerah. Generasi muda makin mendominasi wisatawan domestik, dan mereka menyukai liburan pendek yang nyaman, privat, dan estetik. Indonesia punya ribuan lokasi potensial glamping: pegunungan, danau, hutan pinus, sawah, hingga pantai. Dengan desain dan layanan baik, ini bisa menjadi produk unggulan pariwisata domestik.

Ke depan, glamping akan berkembang ke arah lebih premium: fasilitas setara resort bintang lima, layanan butler, kolam renang pribadi, dan konsep ramah lingkungan. Banyak investor mulai membangun glamping mewah di destinasi wisata besar seperti Bali, Bandung, Yogyakarta, dan Lombok. Namun juga akan tumbuh glamping low budget untuk backpacker muda. Segmen pasar akan semakin beragam.

Staycation juga akan terus menjadi pilar pendapatan hotel. Banyak hotel akan mendesain ulang fasilitas agar lebih cocok untuk tamu lokal: kamar instagramable, rooftop garden, coworking space, kids club, dan paket liburan keluarga. Platform online travel agent (OTA) akan terus mempromosikan staycation lewat diskon akhir pekan dan fitur review visual. Ini akan membuat pasar domestik semakin kuat bahkan tanpa wisatawan asing.

Pemerintah kemungkinan akan mendorong glamping dan staycation sebagai bagian strategi pariwisata berkelanjutan. Wisata dekat rumah mengurangi emisi transportasi, menyebar manfaat ekonomi ke daerah, dan mengurangi tekanan di destinasi padat. Jika dikelola bijak, tren ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk pariwisata Indonesia yang lebih tangguh dan ramah lingkungan.


Kesimpulan dan Penutup

Kesimpulan:
Glamping dan staycation menjadi tren utama pariwisata domestik Indonesia pasca pandemi karena menawarkan liburan dekat, nyaman, dan estetik yang cocok untuk generasi muda. Tren ini menyelamatkan hotel, menciptakan usaha baru, dan memperluas manfaat ekonomi ke desa. Namun perlu regulasi, pelatihan SDM, dan manajemen lingkungan agar pertumbuhan tidak merusak.

Refleksi untuk Masa Depan:
Jika dikelola profesional dan berkelanjutan, glamping dan staycation bisa menjadi tulang punggung baru industri pariwisata Indonesia. Ini bukan sekadar tren sementara, tapi perubahan permanen cara anak muda berlibur yang bisa membuat pariwisata Indonesia lebih tangguh, inklusif, dan ramah lingkungan di masa depan.


📚 Referensi

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
work-life balance Previous post Tren Work-Life Balance di Kalangan Pekerja Muda Indonesia Pasca Pandemi
ekonomi kreator konten Next post Ledakan Ekonomi Kreator Konten Digital di Indonesia Tahun 2025: Profesi Baru yang Ubah Peta Ekonomi Nasional