
Kasus Nadiem Makarim dan Skandal Chromebook: Benarkah Korupsi Terbesar di Dunia Pendidikan Indonesia?
◆ Latar Belakang Kasus Chromebook
Nama Nadiem Makarim kembali menjadi pusat perhatian publik pada September 2025, bukan karena prestasi, melainkan skandal. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sekaligus pendiri Gojek ini diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook untuk sekolah-sekolah di Indonesia.
Kasus ini mencuat setelah audit internal menemukan adanya markup harga yang sangat signifikan. Chromebook yang seharusnya bisa dibeli dengan harga sekitar 3 juta rupiah per unit, justru dilaporkan mencapai lebih dari 9 juta rupiah per unit dalam proyek pengadaan. Skala proyek yang masif—ratusan ribu unit untuk sekolah di seluruh Indonesia—membuat dugaan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Bagi publik, kasus ini sangat mengejutkan. Selama menjabat, Nadiem dikenal sebagai figur muda dengan reputasi bersih dan visioner. Ia sering dipuji karena membawa semangat startup ke birokrasi, terutama lewat program Merdeka Belajar. Namun, kasus Chromebook seolah menjadi noda besar dalam perjalanan kariernya.
◆ Kronologi Terungkapnya Skandal
Pengadaan Chromebook sebenarnya sudah digulirkan sejak 2021 sebagai bagian dari digitalisasi pendidikan nasional. Pemerintah beralasan bahwa pandemi COVID-19 mempercepat kebutuhan perangkat teknologi untuk menunjang pembelajaran jarak jauh.
Pada awalnya, program ini disambut positif. Sekolah-sekolah di daerah tertinggal mulai mendapatkan perangkat, meski jumlahnya masih terbatas. Namun sejak 2023, sejumlah media melaporkan keluhan dari sekolah penerima. Banyak Chromebook yang dikirim ternyata berkualitas rendah, cepat rusak, dan tidak kompatibel dengan kebutuhan belajar siswa.
Investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai intensif pada awal 2025. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya selisih harga yang tidak wajar dalam kontrak pengadaan. Beberapa perusahaan penyedia ternyata terkait dengan pihak-pihak yang dekat dengan pejabat kementerian.
Puncaknya, pada awal September 2025, KPK resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka. Penangkapan dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan saksi, termasuk pejabat Kemdikbud, vendor, hingga kepala sekolah penerima Chromebook.
◆ Skala Kerugian Negara
Menurut laporan KPK, dugaan kerugian negara dari proyek ini mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Angka ini membuat kasus Chromebook disebut sebagai salah satu skandal korupsi terbesar di sektor pendidikan Indonesia.
Selain markup harga, ditemukan pula adanya pengadaan fiktif. Beberapa sekolah dilaporkan menerima jumlah perangkat yang lebih sedikit dari kontrak, sementara sisanya diduga dialihkan atau dijual kembali di pasar gelap.
Kasus ini memicu amarah publik. Bayangkan, dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan generasi bangsa malah dikorupsi. Tidak heran jika tagar #SkandalChromebook dan #TangkapNadiem sempat menjadi trending topik di media sosial.
◆ Dampak ke Dunia Pendidikan
Skandal ini memberikan dampak psikologis dan praktis yang besar terhadap dunia pendidikan.
Pertama, kepercayaan publik terhadap program digitalisasi sekolah menurun drastis. Banyak guru dan siswa merasa dikhianati karena perangkat yang dijanjikan untuk membantu pembelajaran ternyata menjadi sumber masalah.
Kedua, kualitas pendidikan terganggu. Banyak sekolah yang akhirnya tidak bisa menggunakan Chromebook secara optimal karena kualitasnya buruk. Beberapa sekolah bahkan memilih kembali ke sistem manual atau menggunakan perangkat pribadi guru dan siswa.
Ketiga, moral tenaga pendidik ikut tergerus. Guru yang sudah berjuang keras dalam kondisi terbatas merasa bahwa pengorbanan mereka tidak dihargai.
◆ Respons Pemerintah
Pemerintah bergerak cepat merespons kasus ini. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa ia tidak akan mentolerir praktik korupsi, apalagi yang menyangkut dana pendidikan. Ia mendukung penuh KPK untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
Menteri Pendidikan yang baru dilantik setelah reshuffle, langsung mengumumkan evaluasi total program digitalisasi. Pengadaan perangkat dihentikan sementara sampai ada sistem yang lebih transparan. Pemerintah juga membuka kanal pengaduan bagi sekolah untuk melaporkan perangkat bermasalah.
Meski begitu, banyak pihak skeptis. Mereka khawatir kasus ini hanya akan berhenti pada level tertentu tanpa menyentuh aktor utama. Publik mendesak agar investigasi benar-benar independen dan tidak ada intervensi politik.
◆ Reaksi Publik dan Media
Media nasional dan internasional gencar memberitakan kasus ini. Beberapa media asing menyebut skandal Chromebook sebagai cerminan lemahnya tata kelola proyek pendidikan di negara berkembang.
Di Indonesia, reaksi publik sangat keras. Banyak netizen merasa kecewa dengan sosok Nadiem yang selama ini dianggap sebagai “golden boy” politik Indonesia. Meme, kritik, dan satire membanjiri lini masa. Sebagian mendesak agar Nadiem diberi hukuman seberat-beratnya, sementara sebagian kecil masih membela dengan alasan asas praduga tak bersalah.
Aksi mahasiswa pun tak kalah lantang. Di berbagai kota, demo digelar menuntut keadilan dalam kasus ini. Mereka menyebut bahwa korupsi pendidikan adalah pengkhianatan terbesar terhadap masa depan bangsa.
◆ Analisis Politik dan Ekonomi
Kasus Chromebook membawa dampak politik yang luas. Pertama, citra pemerintah tercoreng di mata publik, terutama karena proyek ini awalnya diluncurkan sebagai kebijakan unggulan. Kedua, kepercayaan investor asing terhadap stabilitas regulasi di sektor pendidikan ikut terpengaruh.
Dari sisi ekonomi, kerugian triliunan rupiah tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menunda perkembangan digitalisasi pendidikan. Proses transformasi yang seharusnya mempercepat kesetaraan akses malah tersendat.
Bagi Nadiem sendiri, kasus ini hampir pasti mengakhiri karier politiknya. Dari seorang pengusaha sukses dan menteri muda yang dielu-elukan, ia kini harus menghadapi jeratan hukum yang bisa membawanya ke penjara bertahun-tahun.
◆ Kesimpulan
Kasus Nadiem Makarim Chromebook adalah tamparan keras bagi dunia pendidikan Indonesia. Skandal ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem pengadaan barang dan jasa di sektor vital.
Lebih dari sekadar kasus hukum, skandal ini adalah pengingat bahwa korupsi bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mencuri masa depan generasi muda.
◆ Penutup
Kasus Chromebook harus menjadi pelajaran besar. Pemerintah wajib memperbaiki sistem pengadaan, memperkuat transparansi, dan memastikan dana pendidikan benar-benar sampai ke siswa. Hanya dengan cara itu, kepercayaan publik bisa dipulihkan.