Pemilu

UU Pemilu Baru 2025: Sistem Hybrid Gabungkan Proporsional Terbuka dan Tertutup

Read Time:3 Minute, 39 Second

UU Pemilu Baru Disahkan, Gabungkan Sistem Terbuka dan Tertutup

DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Pemilu Baru 2025 pada sidang paripurna yang digelar awal Agustus. Undang-undang ini membawa perubahan signifikan dalam tata cara pemilihan legislatif dengan mengadopsi sistem hybrid yang memadukan unsur proporsional terbuka dan tertutup.

Sistem ini memungkinkan pemilih untuk tetap memilih calon legislatif (caleg) secara langsung seperti pada sistem terbuka, namun urutan penetapan kursi di setiap daerah pemilihan sebagian juga akan mempertimbangkan daftar yang disusun partai politik seperti pada sistem tertutup.

Pemerintah dan DPR menilai kebijakan ini dapat memperkuat peran partai politik sebagai pilar demokrasi sekaligus mempertahankan hak pemilih untuk memilih wakilnya secara langsung.


Latar Belakang Perubahan Sistem Pemilu

Perubahan sistem pemilu ini lahir dari perdebatan panjang di DPR, KPU, dan kalangan akademisi politik. Selama bertahun-tahun, sistem proporsional terbuka murni menuai kritik karena dianggap memicu persaingan tidak sehat antar caleg dalam satu partai, memicu biaya kampanye tinggi, dan rawan politik uang.

Di sisi lain, sistem proporsional tertutup yang pernah diterapkan pada masa lalu juga memiliki kelemahan, seperti minimnya peran langsung rakyat dalam memilih individu yang akan mewakilinya di parlemen.

Dengan mempertimbangkan dua sisi tersebut, pemerintah mengusulkan sistem hybrid yang diharapkan mampu menggabungkan keunggulan keduanya sekaligus meminimalkan kelemahannya.


Bagaimana Sistem Hybrid Ini Bekerja

Dalam UU Pemilu Baru 2025, sistem hybrid diatur sedemikian rupa sehingga 50% kursi di DPR dan DPRD akan diisi berdasarkan suara terbanyak caleg (unsur terbuka), sementara 50% sisanya akan dialokasikan berdasarkan urutan daftar yang ditentukan partai politik (unsur tertutup).

Artinya, meskipun seorang caleg mendapatkan suara signifikan, posisi mereka dalam daftar partai tetap berpengaruh pada peluang terpilih. Sistem ini diharapkan mendorong caleg untuk tidak hanya mengandalkan popularitas pribadi, tetapi juga bekerja sama membangun citra partai.

Penghitungan suara akan dilakukan dengan formula gabungan yang mengacu pada perolehan suara partai dan caleg secara bersamaan, sehingga diperlukan sistem IT dan regulasi teknis yang detail untuk menghindari kesalahan perhitungan.


Tujuan dan Harapan dari UU Pemilu Baru 2025

Pemerintah berharap sistem hybrid ini dapat mengurangi biaya politik yang selama ini membengkak akibat persaingan internal antar caleg dalam satu partai. Dengan peran partai yang lebih besar dalam menentukan sebagian kursi, diharapkan para caleg akan fokus pada visi misi partai dan kerja kolektif.

Selain itu, kebijakan ini bertujuan memperkuat partai politik sebagai institusi utama demokrasi. Peran partai diharapkan tidak hanya sebagai kendaraan politik saat pemilu, tetapi juga sebagai lembaga yang membina kader-kadernya secara berkelanjutan.

Bagi rakyat, sistem ini tetap memberikan ruang untuk memilih wakilnya secara langsung, sehingga hubungan antara wakil rakyat dan konstituen tetap terjaga.


Kritik dan Kontroversi di Masyarakat

Meski membawa niat baik, UU Pemilu Baru 2025 menuai kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah LSM menilai sistem hybrid berpotensi membingungkan pemilih, terutama di daerah yang tingkat literasi politiknya masih rendah.

Pengamat politik juga khawatir sistem ini justru memperbesar peluang nepotisme dalam partai, di mana posisi daftar tertutup bisa diisi oleh kerabat atau orang dekat elit partai.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pembagian kursi berdasarkan daftar partai dapat mengurangi semangat kompetisi yang sehat dan transparansi dalam proses pemilihan.


Persiapan KPU dan Bawaslu Menyongsong Pemilu 2029

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menegaskan bahwa mereka akan segera menyusun peraturan teknis untuk mengimplementasikan sistem hybrid ini. Sosialisasi masif akan dilakukan mulai 2026 agar masyarakat memahami cara memilih dan menghitung suara.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga akan memperkuat pengawasan, terutama pada proses penyusunan daftar calon oleh partai politik, untuk mencegah praktik kolusi dan nepotisme.

Pelatihan penyelenggara pemilu di tingkat daerah juga menjadi prioritas, mengingat kompleksitas sistem ini memerlukan SDM yang terlatih dan teknologi penghitungan suara yang akurat.


Dampak UU Pemilu Baru terhadap Peta Politik Nasional

Banyak pengamat memprediksi bahwa UU Pemilu Baru 2025 akan mengubah strategi kampanye partai politik. Alih-alih mengandalkan popularitas caleg, partai akan lebih fokus pada citra kolektif dan program kerja yang konsisten.

Koalisi antarpartai juga diperkirakan akan semakin strategis, karena perolehan suara partai akan berpengaruh besar pada pembagian kursi di parlemen.

Partai-partai besar mungkin akan diuntungkan, sementara partai kecil harus bekerja ekstra keras untuk menembus ambang batas parlemen dengan strategi yang lebih cermat.


Kesimpulan

UU Pemilu Baru 2025 menandai babak baru demokrasi Indonesia dengan memperkenalkan sistem hybrid yang menggabungkan proporsional terbuka dan tertutup. Sistem ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara hak rakyat dan peran partai politik.

Namun, implementasinya tidak akan mudah. Diperlukan sosialisasi, pengawasan, dan evaluasi yang cermat agar sistem ini benar-benar membawa perbaikan, bukan menambah masalah baru dalam demokrasi Indonesia.


Referensi

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Batik Streetwear Previous post Batik Streetwear 2025: Perpaduan Budaya dan Gaya Modern yang Mendunia
sepak bola wanita Next post Perkembangan Sepak Bola Wanita Indonesia 2025: Dari Liga Lokal ke Panggung Asia